MANAJEMEN
RANTAI PASOK menekankan pada pola terpadu menyangkut
proses aliran produk dari supplier, manufaktur, retailer hingga pada konsumen
akhir. Dalam konsep SCM rangkaian aktivitas antara supplier hingga konsumen
akhir adalah dalam satu kesatuan tanpa sekat yang besar. Mekanisme informasi
antara berbagai komponen tersebut berlangsung secara transparan.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa Supply Chain Management (SCM) adalah suatu
konsep yang menyangkut pola pendistribusian produk yang mampu menggantikan
pola-pola pendistribusian produk secara tradisional. Pola baru ini menyangkut
aktivitas pendistribusian, jadwal produksi, dan logistik.
Dari 2
definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus utama dari SCM adalah
sinkronisasi proses untuk kepuasan pelanggan. Semua supply chain pada
hakekatnya memperebutkan pelanggan dari produk atau jasa yang ditawarkan. Semua
pihak yang berada dalam satu rantai supply chain harus bekerja sama satu dengan
lainnya semaksimal mungkin untuk meningkatkan pelayanan dengan harga murah, berkualitas,
dan tepat pengirimannya.
SCM
diperlukan oleh perusahaan yang sudah mengarah pada pengelolaan dengan sistem just
in time, karena konsep just in time sangat menekankan ketepatan
waktu kedatangan material dari pemasok sampai ke tangan konsumen sesuai dengan
yang ditetapkan. Artinya, kedisiplinan dan komitmen seluruh mata rantai harus
benar-benar dilaksanakan, sehingga apabila terjadi penyimpangan pada salah satu
mata rantai saja, maka akan mengganggu pasokan material secara keseluruhan dan
menghambat kelancaran tugas dari mata rantai yang lain, karena tidak adanya
persediaan.
Manfaat
SCM
1. Kepuasan pelanggan,
Konsumen atau pengguna produk merupakan target utama dari aktivitas proses
produksi setiap produk yang dihasilkan perusahaan. Konsumen atau pengguna yang
dimaksud dalam konteks ini tentunya konsumen yang setia dalam jangka waktu yang
panjang. Untuk menjadikan konsumen setia, maka terlebih dahulu konsumen harus
puas dengan pelayanan yang disampaikan oleh perusahaan.
2. Meningkatkan pendapatan,
Semakin banyak konsumen yang setia dan menjadi mitra perusahaan berarti akan
turut pula meningkatkan pendapatan perusahaan, sehingga produk-produk yang
dihasilkan perusahaan tidak akan ‘terbuang’ percuma, karena diminati konsumen.
3. Menurunnya biaya,
Pengintegrasian aliran produk dari perusahan kepada konsumen akhir berarti pula
mengurangi biaya-biaya pada jalur distribusi.
4. Pemanfaatan asset
semakin tinggi. Aset terutama faktor manusia akan
semakin terlatih dan terampil baik dari segi pengetahuan maupun keterampilan. Tenaga
manusia akan mampu memberdayakan penggunaan teknologi tinggi sebagaimana yang
dituntut dalam pelaksanaan SCM.
5. Peningkatan laba.
Dengan semakin meningkatnya jumlah konsumen yang setia dan menjadi pengguna
produk, pada gilirannya akan meningkatkan laba perusahaan.
6. Perusahaan semakin besar.
Perusahaan yang mendapat keuntungan dari segi proses distribusi produknya
lambat laun akan menjadi besar, dan tumbuh lebih kuat.
Prinsip-prinsip
SCM
Anderson,
Britt & Frave (1997) memberikan 7 prinsip SCM untuk membantu para manajer
dalam merumuskan strategi pelaksanaan SCM, yaitu:
1.
Segmentasi pelanggan berdasarkan
kebutuhannya.
2.
Sesuaikan jaringan logistik untuk melayani
kebutuhan pelanggan yang berbeda.
3.
Dengarkan signal pasar dan jadikan signal
tersebut sebagai dasar dalam perencanaan kebutuhan (demand planning)
sehingga bisa menghasilkan ramalan yang konsisten dan alokasi sumber daya yang
optimal.
4.
Diferensiasi produk pada titik yang lebih
dekat dengan konsumen dan percepat konversinya di sepanjang rantai supply.
5.
Kelola sumber-sumber supply secara strategis
untuk mengurangi ongkos kepemilikan dari material maupun jasa.
6.
Kembangkan strategi teknologi untuk
keseluruhan rantai supply yang mendukung pengambilan keputusan berhirarki serta
berikan gambaran yang jelas dari aliran produk, jasa, maupun informasi.
7.
Adopsi pengukuran kinerja untuk sebuah supply
chain secara keseluruhan dengan maksud untuk meningkatkan pelayanan kepada
konsumen akhir.
Persyaratan
Penerapan SCM
1. Dukungan manajemen.
Manajemen
semua level dari strategis sampai operasional harus memberikan dukungan mulai
dari proses perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, pelaksanaan, sampai
pengendalian.
2. Pemasok.
Sebelum
membangun komitmen dan melaksanakan ‘kontrak kerja’ dengan para pemasok, maka
perusahaan terlebih dahulu harus melaksanakan evaluasi pemasok. Evaluasi pemasok dilakukan apabila untuk material yang
sama dapat diperoleh lebih dari satu alternatif pemasok. Setidaknya ada tiga
kriteria dalam melakukan evaluasi pemasok, yaitu: keadaan umum pemasok, keadaan
pelayanan, dan keadaan material. Beberapa contoh indikator dari setiap kriteria
evaluasi pemasok adalah sebagai berikut (Gaspersz, 2002):
1. Keadaan
umum pemasok
a. Ukuran
atau kapasitas produksi
b. Kondisi
finansial
c. Kondisi
operasional
d. Fasilitas
riset dan desain
e. Lokasi
geografis
f.
Hubungan dagang antar industry
2. Keadaan
pelayanan
a. Waktu
penyerahan material
b. Kondisi
kedatangan material
c. Kuantitas
pemesanan yang ditolak
d. Penanganan
keluhan dari pembeli
e. Bantuan
teknik yang diberikan
f.
Informasi harga yang diberikan
3.
4. Keadaan
material
a. Kualitas
material
b. Keseragaman
material
c. Jaminan
dari pemasok
d. Keadaan
pengepakan (pembungkusan)
Dari ketiga kriteria tersebut, bobot
(berdasarkan tingkat kepentingan) yang terbesar diberikan pada kriteria keadaan
material, karena keadaan material akan mempengaruhi kinerja fungsi produksi dan
operasi khususnya kualitas produk. Selanjutnya dilakukan penilaian untuk setiap
indikator dan dihitung total skor-nya.
3.
Distributor
sebagai perantara produk perusahaan sampai ke tangan
konsumen akhir. Intensitas saluran distribusi yang ideal bagi suatu
perusahaan adalah bagaimana menyajikan
jenis produk secara luas dalam pemuasan kebutuhan konsumen (Sitaniapessy,
2001). Satu kunci yang penting dalam mengelola saluran distribusi adalah
menentukan berapa banyak saluran distribusi yang dikembangkan serta membentuk
suatu pola kemitraan yang menunjang pemasaran suatu produk dalam area pemasaran
tertentu.
5.
Transparansi
arus informasi.
Untuk dapat mendukung arus
informasi yang transparan dari seluruh mata rantai yang terlibat dalam SCM
diperlukan komitmen (dapat dicapai melalui kemitraan dan kesepakatan) disertai
dengan ketersediaan database.
Konsep database yang dimaksud dalam hal ini bukan hanya
kumpulan data yang dikelola dan dikendalikan secara terpusat, melainkan data
tersebut harus memenuhi lima kriteria sebagai berikut :
1. Ketersediaan,
kapanpun diperlukan harus tersedia disertai dengan kemudahan akses.
2. Kemampuan
dipergunakan untuk berbagi kebutuhan terkait
3. Kemampuan
data untuk selalu berkembang dalam konteks yang efektif
4. Jumlah
data tidak tergantung kondisi fisik penyimpan data (penyimpan data yang harus
menyesuaikan jumlah data)
5. Konsistensi
dan validitas data
Tantangan
Penerapan SCM
1. Lingkungan makro dan eksternal.
ü
Inflasi
ü
Persaingan di tingkat
global
ü
Perkembangan teknologi
ü
Masalah infrastruktur
(birokrasi yang rumit)
2.
Lingkungan
mikro ( Perusahaan )
1.
Pengukuran kinerja yang tidak terdefinisikan
dengan baik
2.
Customer service tidak didefinisikan dengan
jelas, tidak ada pengukuran terhadap kelambatan respon dalam pelayanan, dan
sebagainya.
3.
Status data pengiriman yang tidak akurat dan
sering terlambat.
4.
Sistem informasi tidak efisien.
5.
Dampak ketidakpastian diabaikan.
6.
Kebijakan inventori terlalu sederhana,
faktor-faktor ketidakpastian tidak diperhitungkan dalam pembuatan
kebijakan-kebijakan tersebut, kadang-kadang terlalu statis dan generik.
7.
Diskriminasi terhadap internal customer.
Prioritasnya rendah, service levelnya tidak terukur, sistem insentifnya tidak
tepat.
8.
Koordinasi antar aktivitas suplai, produksi,
dan pengiriman tidak bagus.
9.
Analisis metode-metode pengiriman tidak
lengkap, tidak ada pertimbangan efek persediaan dan waktu respon.
10.
Definisi ongkos-ongkos persediaan tidak
tepat.
11.
Ada kendala komunikasi antar organisasi.
12.
Perancangan produk maupun proses tidak
memperhitungkan konsep supply chain.
13.
Perancangan dan operasional supply chain
dibuat secara terpisah.
14. Supply chain tidak lengkap, fokusnya sering hanya
pada operasi internal saja. Untuk mengatasi tantangan tersebut, terlebih dahulu
perusahaan harus melakukan perbaikan dan membangun komitmen di lingkungan
internal perusahaan tersebut, baru kemudian membangun kemitraan dan komitmen
dengan mata rantai lain di lingkungan eksternal. Satu hal yang juga penting
dalam mengatasi tantangan untuk penerapan SCM adalah mengelola informasi dalam
sebuah sistem yang harus mendukung proses pengambilan keputusan di wilayah
penerapan SCM.
Perkembangan-perkembangan
Terbaru dalam SCM
Agar perusahaan selalu dapat memimpin dalam berkompetisi
di pasaran, cara-cara baru yang lebih inovatif perlu ditemukan atau
dikembangkan. Seiring dengan menyebarnya konsep-konsep SCM di dunia industri
baik industri manufaktur atau jasa. Konsep-konsep yang lebih canggih yang
merupakan pengembangan dari SCM bermunculan. Konsep-konsep tersebut antara
lain:
1.
Just In Time (JIT), prinsip ini
menekankan pada kemitraan yang erat antara perusahaan dengan pemasoknya, dan
pemasok akan memiliki wakil di perusahaan yang disuplainya. Wakil tersebut
berfungsi menggantikan peran bagian pembelian di perusahaan pembeli. Atas nama
perusahaan pembeli, wakil tersebut akan membuat order pembelian ke
perusahaannya berdasarkan rencana produksi yang telah ditetapkan oleh
perusahaan pembeli. Praktek ini memungkinkan kedua belah pihak untuk
merundingkan rencana-rencana produksi maupun pembelian sehingga menguntungkan
kedua belah pihak. Perusahaan pembeli akan lebih mudah menegosiasikan jadwal
pengiriman karena wakil tadi sewaktu-waktu bisa ditemui di perusahaannya.
Demikian pula wakil tadi akan lebih banyak memberikan masukan tentang kemampuan
perusahaannya untuk memasok kebutuhan material atau bahan baku yang dibutuhkan
perusahaan pembeli.
2.
Vendor Managed Inventory (VMI), adalah merupakan
salah satu variasi dari JIT II. Konsep ini banyak digunakan oleh para pemasok
yang mensuplai bisnis retail. Selama ini pihak retail yang berkewajiban membuat
order pembelian untuk menjaga kelangsungan persediaan dari setiap item yang
terjual. Pada VMI kebalikannya, justru pemasoklah yang berkewajiban untuk
menentukan kapan dan berapa jumlah suatu item harus dikirim ke retailnya,
berdasarkan informasi tingkat penjualan dan ketersediaan stock yang ada
di retail tersebut. Pada VMI pertukaran informasi yang lancar sangat
diperlukan. Pemasok akan mampu membuat keputusan yang baik, apabila informasi
tingkat kebutuhan maupun tingkat persediaan yang dimiliki pihak retail bisa
diakses dengan mudah.
3.
Global Pipeline Management (GPM), konsep ini
didasarkan pada teori kontrol di mana aliran material atau produk akan optimal
bila dikontrol dari satu titik. Aliran material atau produk pada konsep GPM
hendaknya dikendalikan oleh satu pihak atau chanel dalam supply chain,
yang lain mengikuti dan mendukung dengan memberikan informasi yang diperlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar