Sabtu, 12 Januari 2013

38. Manajemen Laktasi




Tidak cukup hanya memiliki kualitas-kualitas hebat.
Kita juga musti punya kemampuan memanajemen semua itu.

~ François de la Rochefoucauld
Setiap perempuan (baca: ibu) berhak mendapat informasi mengenai manajemen laktasi. Kenapa demikian? Karena ASI merupakan makanan utama dan satu-satunya yang terbaik bagi bayi selama 6 bulan pertama dalam kehidupannya yang biasa disebut sebagai ASI Ekslusif.
Lalu bagaimanakah dengan ibu bekerja? Bisakah wanita karir tetap memberikan ASIX selama 6 bulan atau bahkan sampai 2 tahun atau lebih?
Jawabnya adalah BISA!
Yang diperlukan adalah niat, usaha, plus dukungan dari orang-orang sekitar kita. Hanya jika ada masalah kesehatan yang berarti maka seorang ibu benar-benar tidak bisa menyusui, misalnya karena sakit tertentu atau memang ada gangguan secara hormonal, tapi persentase kasus seperti ini kecil sekali.
Saya sendiri ada seorang ibu bekerja penuh waktu. Namun, sejak awal kehamilan anak kedua, saya benar-benar berniat memberikan ASIX dengan lebih baik lagi pada bayi saya kelak dibanding dengan anak pertama yang masih kecampuran sufor.
Berbagai usaha saya lakukan mulai dari mencari berbagai informasi per-ASI-an, konsultasi dengan DSOG, kompromi dengan suami dan keluarga besar, bahkan – yang tidak kalah pentingnya – memberi informasi kepada atasan di kantor tentang niat saya ini.
Awalnya memang berat. Buat saya yang paling berat adalah mendapatkan dukungan dari keluarga besar, terutama mama saya. Mama agak sangsi apakah saya bisa membagi waktu antara pekerjaan, anak sulung yang masih batita, si bayi, dan masih menyisihkan waktu untuk memerah ASI.
Tantangan kedua adalah dari tempat saya bekerja. Saya bekerja di sebuah kantor konsultan yang bergerak di bidang “lingkungan, manusia, dan bangunan”. Bidang kerja ini terkadang mengharuskan saya ke lapangan seharian, padahal di lapangan biasanya tidak ada tempat yang layak untuk memerah ASI. Di kantor pun saya hanya berdua dengan bapak bos, tapi lebih sering saya sendirian, sehingga saya full mengurus segala tetek-bengek yang ada di kantor. Mulai dari urusan bersih-bersih, menerima telepon, sampai urusan administrasi, plus keperluan boss, semua saya yang urus. Jadi, jangan harap deh bisa lama-lama meninggalkan meja. Entah ada maupun tidak ada kerjaan, saya musti selalu siaga, karena tugas saya yang utama memang `penunggu’ kantor.
Tapi saya tidak menyerah karena memang saya berniat memberikan yang terbaik untuk anak saya dan saya yakin apabila Tuhan mengijinkan, hal yang paling mustahil pun bisa terjadi.
Maka, sejak usia kehamilan 3 bulan saya mulai rajin memijat payudara. Pijatan-pijatan ringan saja karena jika pijatan terlalu keras bisa menimbulkan kontraksi dini. Selain itu, saya selalu membersihkan puting payudara dari lemak-lemak atau kotoran lain yang menempel.
Sejak usia kehamilan 6 bulan saya mulai mengingatkan kepada atasan saya di kantor bahwa saya ingin cuti full 3 bulan setelah melahirkan. Saya juga informasikan bahwa nanti setelah saya masuk kerja kembali, saya ada pekerjaan tambahan untuk memerah ASI setiap 3 jam sekali demi kebutuhan ASI bayi saya. Puji Tuhan, atasan saya mendukung.
Ternyata memang saya benar-benar full cuti 3 bulan. Karena bayi kedua saya ini lahir lebih cepat dari perkiraan. Tepat pada saat kandungan berusia 8 bulan, bayi saya lahir. Walaupun baru berusia 36 minggu gestasi, puji Tuhan bayi saya sehat. Saya yang rencananya baru cuti pada pertengahan Desember 2006 akhirnya mulai ambil cuti pada akhir November 2006 dan pada awal Maret 2007 saya baru masuk kembali untuk bekerja.
Puji Tuhan juga saya tidak mengalami masalah dengan pemberian ASI, malah lebih lancar daripada anak pertama. Selain itu, ASIX membuat pertambahan berat badan dan perkembangan bayi saya yang prematur menjadi optimal. Maka tidaklah heran menginjak usia 3 bulan, berat badan bayi saya sudah lebih dari dua kali lipat berat lahirnya.
***
Satu bulan menjelang masuk kerja, saya mulai belajar memerah ASI dengan tangan.
Cara memerah ASI dengan tangan (dari berbagai sumber)
  • Siapkan cangkir, gelas, atau mangkok yang sangat bersih. Cucilah mangkok dengan air sabun dan keringkan dengan tisyu atau lap yang bersih. Tuangkan air mendidih ke dalam cangkir dan biarkan selama beberapa menit. Apabila sudah siap untuk memerah ASI, buang air dari cangkir.
  • Cuci tangan dengan seksama.
  • Letakkan cangkir di meja atau pegang dengan tangan yang tidak memerah untuk menampung ASIP.
  • Badan condong ke depan dan sangga payudara dengan tangan.
  • Letakkan ibu jari sekitar areola di atas puting susu dan jari telunjuk pada areola di bawah puting susu.
  • Pijat ibu jari dan telunjuk ke dalam menuju dinding dada.
  • Sekarang pijat areola di belakang puting susu di antara jari dan ibu jari. Ibu harus memijat sinus laktiferus di bawah areola.
  • Tekan dan lepas, tekan dan lepas. Pada mulanya tidak ada ASI yang keluar, tetapi setelah ditekan beberapa kali, ASI mulai menetes. ASI bisa juga memancar bila refleks pengeluaran aktif.
  • Peras areola dengan cara yang sama dari semua sisi agar yakin ASI diperas dari semua segmen payudara.
  • Jangan memijat puting susu itu sendiri. Jangan menggerakkan jari sepanjang puting susu. Menekan atau menarik puting susu tidak dapat memerah ASI. Ini merupakan hal yang sama terjadi bila bayi mengisap dari puting susu saja.
Memerah ASI untuk bayi BBLR atau bayi sakit
Ibu harus memerah sebanyak mungkin ASI setiap kali bayi perlu disusui. Bagi bayi BBLR frekuensinya sekitar 8 kali atau lebih sehari. Penting untuk memerah sesering dan sebanyak mungkin untuk mempertahankan pasokan ASI. Bila ibu memerah ASI lebih banyak daripada yang diperlukan bayi, ASIP dapat diberikan bagi bayi lain yang ibunya tidak dapat memerah cukup, atau berikan pada bayi BBLR yang ibunya belum keluar ASI.
Untuk mempertahankan pasokan ASI saat ibu atau bayi sakit Ibu harus memerah ASI sebanyak dan sesering mungkin yang diinginkan bayi. Berikan pada bayi bila mungkin.
Menghilangkan bendungan
Perahlah sesering dan sebanyak mungkin yang diperlukan agar payudara tetap nyaman dan menjaga kelenturan puting susu bagi isapan bayi. Beberapa ibu mungkin perlu memerah setiap kali sebelum menyusui. Pada ibu yang lain mungkin hanya perlu memerah satu atau dua kali sehari. Beberapa ibu mendapati bahwa kompres hangat atau pijatan lembut membantu ASI mengalir.
***
Kurang lebih 2-3 minggu sebelum saya masuk kerja, saya mulai membuat stok ASIP. Caranya, ASIP saya masukkan ke dalam botol kaca (saya memakai botol kaca bekas minuman Vit C yang dijual di pasaran) kemudian saya simpan.
Berikut cara penyimpanan ASIP:

    • Pada suhu ruang
Jika ruangan tidak ber-AC, disarankan tidak lebih dari 4 jam. Jika ruangan ber-AC, bisa sampai 6 jam. Catatan: suhu di atas harus stabil, misalnya ruangan ber-AC, tidak mati sama sekali selama botol ASI ada di dalamnya.
    • Pada suhu lemari es
Jika dalam 4 jam ke depan ASIP belum akan diberikan pada bayi, maka segeralah simpan di lemari es. ASIP ini bisa bertahan sampai 8 (delapan) hari dalam suhu lemari es, jika ditempatkan dalam kompartemen yang terpisah dari bahan makanan lain yang ada di lemari es tersebut. Jika lemari es Ibu kebetulan tidak memiliki kompartemen terpisah untuk menyimpan botol ASIP, maka sebaiknya ASIP tersebut jangan disimpan lebih dari 3 x 24 jam. Ibu juga dapat “membuat” kompartemen terpisah dengan cara menempatkan botol ASIP dalam kontainer plastik yang tentunya telah dibersihkan terlebih dahulu.
    • Pada suhu freezer
ASIP dapat disimpan dalam freezer biasa sampai 3 bulan lamanya. Namun Ibu jangan menyimpan ASI ini di bagian pintu freezer karena bagian ini yang mengalami perubahan dan variasi suhu udara terbesar. Jika Ibu kebetulan memiliki freezer penyimpan daging yang terpisah (biasanya disebut deep freezer) yang umumnya memiliki suhu lebih rendah dari freezer biasa, maka ASIP bahkan dapat disimpan sampai dengan 6 bulan di dalamnya.
***
Dua minggu sebelum masuk kerja, saya mengajari bayi saya minum ASIP memakai sendok. Cara ini yang paling ideal supaya bayi tidak bingung puting. Tapi tampaknya bayi saya tidak sabaran dan saya tidak tega juga bila pengasuhnya nantinya bingung karena menghadapi kerewelannya, maka akhirnya saya memberinya ASIP dengan botol dot. Ini pun perlu perjuangan berat karena bayi saya menolak dot. Berbagi merek saya cobakan. Puji Tuhan ada satu merek dot yang bentuknya penyet alias datar yang cocok dengan bayi saya. Puji Tuhan juga bayi saya tidak bingung puting.
Cara menyajikan ASIP yang notabene dingin atau beku:
  • ASIP diletakkan dalam wadah siap minum, lalu direndam dengan air hangat dalam wadah yang lebih besar (mangkok atau waskom).
  • ASIP beku yang sudah masuk ke dalam freezer jangan langsung dicairkan dengan air hangat, tetapi 12 jam sebelum diberikan ke bayi diturunkan dahulu ke rak kulkas bawah (kalau saya, biasanya ASIP beku saya turunkan ke kulkas bawah di malam hari sebelum hari kerja). Baru bila akan dipakai botol ASIP berikut wadahnya dihangatkan dengan direndam di dalam wadah besar berisi air hangat. Ingat, pada ASIP beku yang langsung dihangatkan akan terjadi perubahan suhu yang mendadak/drastis sehingga citarasa ASI berubah menjadi seperti sabun dan bayi biasanya enggan meminumnya.
Di samping mengajari minum ASIP, saya juga menyiapkan cooler box/bag yang akan saya bawa ke kantor sebagai tempat penyimpanan ASI mengingat di kantor saya tidak ada kulkas.
***
Seminggu sebelum masuk kerja, saya sudah ke kantor walaupun hanya setengah hari. Saya mencoba meninggalkan bayi saya selama setengah hari. Ceritanya pelan-pelan meninggalkan bayi saya sekaligus mengajarinya minum ASIP dari dot dengan pengasuhnya.
Di kantor saya juga mencari tempat aman untuk memerah ASI mengingat di kantor tidak ada ruang khusus untuk ibu memerah ASI dan ruang meeting-nya adalah ruang terbuka. Puji Tuhan, bos berbaik hati mengijinkan saya untuk meninggalkan meja saya per tiga jam untuk memerah ASI dan mau meminjamkan toilet yang ada di ruangannya untuk memerah ASI. Ya, lumayanlah, daripada memerah di toilet umum kantor yang notabene dipake bareng-bareng dengan para mahasiswa, soalnya kantor saya adalah bagian dari sebuah universitas.
***
Hari pertama masuk kerja. Dengan niat yang tulus, berbekal doa dan ‘peralatan perang’ – mulai dari botol-botol kaca, blue ice plus segepok es batu, cooler box alias termos (dulu belum punya cooler bag sih … hihihi …), sampai saya dibilang tukang jual es, dan tisyu basah – saya yakin saya bisa.
Puji tuhan SAYA BISA! Kurang lebih 3 kali sehari saya memerah ASI.
Memang pernah saya seharian hanya bisa sekali memerah ASI. Bahkan pernah juga tidak bisa memerah ASI sama sekali karena saya harus ngebut kerjaan yang tidak bisa ditinggalkan. Suatu waktu pernah juga dengan terpaksa memerah ASI di toilet umum kantor gara-gara bos sedang menerima tamu di ruangannya.
Dan akhirnya bayi saya berhasil lulus ASIX selama 6 bulan. Dan selanjutnya dia mendapatkan haknya untuk minum ASI sampai usianya lebih dari 2 tahun.
Memang ada juga halangan lain, yakni ketika saya sakit diare yang sangat parah dan harus minum antibiotik yang tidak boleh diminum oleh ibu menyusui sehingga mengharuskan bayi saya minum susu formula selama beberapa hari. Puji Tuhan, ini terjadi setelah bayi saya lulus ASIX. Tuhan benar-benar baik.
***
Jadi bisa saya simpulkan: apabila Ibu bekerja tetap ingin bayinya mendapatkan ASIX, yang perlu dilakukan adalah:
  • niat yang tulus plus positive thinking
  • mengkonsumsi makanan dan minuman dengan asupan yang bergizi
  • minta dukungan dari orang-orang sekitar
  • menginformasikan niat untuk memberikan ASIX selama 6 bulan (bahkan terus memberi ASI sampai 2 tahun) kepada atasan dan rekan kerja di kantor
  • atur waktu memerah ASI dengan tepat kurang lebih 2-4 jam sekali selama jam kerja
  • siapkan peralatan untuk memerah ASI
  • cari informasi sebanyak-banyaknya tentang per-ASI-an
  • yang tidak kalah pentingnya adalah konsultasi ke klinik laktasi terdekat (saya sudah melakukan ini sejak saya hamil dan memang sangat bermanfaat sekali).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar