Jasa merupakan salah satu dari bagian manajemen
pemasaran, Karena menurut saya jasa adalah bentuk dari bagaimana kita melayani
konsumen, memuaskan pelanggan dan dapat meningkat mutu perusahaan di mata
pelanggan yang tidak berbentuk dan berwujud.
Menurut Lupiyoadi jasa
adalah:
“A service is an activity
or series of activities of more or less intangible nature that normally, hut
not necessarile, take place in interactions between the customer and service
employees and/or physical resources or good ard/or system of the service
provider, which are provided as solutions to customer problems.”(Gronroos, 1
990)
Tidak jauh berbeda dengan definisi diatas, Kotler(1991: 260)mendefinisikan jasa sebagai: “Setiap tindakan atau kegiatan yang ditawarkan suatu pihak kepada yang lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.”
Sementara itu, produksi jasa mungkin berkaitan dengan produk fisik atau tidak. Jadi pada dasarnya jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau kontruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah (seperti misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan, atau kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen.
Karaktenstik Jasa
Beberapa karakteristik utama dari jasa, menurut Kotler(1 993:230), adalah sebagai berikut:
1. Intangibility (Tidak berwujud)
Jasa mempunyai sifat tidak
berwujud karma tidak bisa dindentifikasi oleh ke lima indera manusia, seperti:
dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum terjadi proses transaksi
pembelian.
2. Inseparability (Tidak dapat dipisahkan)
2. Inseparability (Tidak dapat dipisahkan)
Jasa tidak dapat dipisahkan
dari sumbernya, apakah sumber itu merupakan orang maupun mesin, disamping itu
apakah sumber itu hadir atau tidak, produk fisik yang berwujud tetap ada.
3. Variability (Berubah-ubah)
3. Variability (Berubah-ubah)
Jasa dapat mudah
berubah-ubah karena jasa ini tergantung pada siapa yang menyajikan, kapan, dan
dimana disajikan.
4. Perishability (Daya tahan)
Jasa tidak dapat disimpan
dan tidak memiliki daya than yang lama karena sifatnya tergantung dari fluktuasi
pennintaan.
Macam-macam jasa
Menurut Converse (1992:233), macam-macam jasa seperti yang telah disebutkan diatas, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
I. Personalized services
Personal services adalah
jasa yang sangat mengutamakan pelayanan orang dan perlengkapannya, seperti
tukang cukur, salon kecantikan, laundry, foto. Sementara itu, yang sangat perlu
diperhatikan dalam pemasaran jasa antara lain adalah, lokasi yang baik, menyediakan
fasilitas dan suasana yang menarik, serta nama baik yang bersangkutan. Dalam
marketing personal services diusahakan supaya timbul semacam patronage motive
yaitu keinginan untuk menjadi langganan tetap. Contohnya patronage ini bisa
timbul di dalam usaha laundries, karena kebersihan, layanan yang ramah tamah
serta baik, dan sebagainya. 2. Financial services
Financial services terdiri dari:
a) Banking services (Bank).
b) Insurance services
(Asuransi).
c) Investment securities
(Lembaga penanaman modal).
d) Public utility and
Transportation services.
Perusahaan public utility mempunyai monopoli secara alamiah, misalnya perusahaan listrik, air minum. Para pemakainya terdiri dari: Domestic consumer (konsumen lokal), Commercial and office (perkantoran dan perdagangan), Municipalities (kota praja, pemda).
Sedangkan dalam transportation services, meliputi: angkutan kereta api, kendaraan umum, pesawat udara, dsb. Pelayanan disini ditujukan untuk angkutan penumpang dan angkutan barang.
3. Entertainment
Yang termasuk dalam
kelompok ini adalah usaha-usaha dibidang olahraga, bioskop, gedung-gedung
pertunjukan, dan usaha-usaha hiburan lainnya. Metode marketing yang dipakai
adalah sistem penyaluran langsung dimana karcis dijual di loket-loket.
4. Hotel services
Hotel merupakan salah satu sarana dalam
bidang kepariwisataan. Dalam hal ini hotel perlu mengadakan kegiatan bersama
dengan tempat-tempat rekreasi, hiburan, travel biro, dan sebagainya.
32. Manajemen Nuklir Jepang
Jepang adalah negeri yang merasakan secara
langsung dahsyatnya bom nuklir di akhir Perang Dunia II. Ribuan nyawa melayang,
menderita luka, cacat seumur hidup, bahkan mungkin kelainan genetika yang dapat
menurun kepada anak cucu. Hiroshima dan Nagasaki porak-poranda rata dengan
tanah, dan meninggalkan kontaminasi zat radioaktif yang sangat berbahaya.
Jepang adalah negara yang mewarisi semangat
para samurai dan ninja, maka Jepang langsung bangkit untuk kemudian menjadi
negara yang paling maju di kawasan Asia. Kemajuan Jepang tidak bisa dilepaskan
dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendorong sektor industri
berkembang dengan sangat pesat. Industri Jepang yang tangguh didorong oleh
ketersediaan dan kecukupan energi listrik.
Secara alamiah Jepang merupakan negara dengan
keterbatasan sumber daya energi. Untuk mencukupi kebutuhan energi dalam negeri,
awalnya Jepang mengandalkan impor minyak bumi dari Timur Tengah. Di samping
itu, Jepang juga banyak mengimpor batu bara dan gas alam dari negara lain,
seperti Australia dan Indonesia. Pada awal tahun 1970-an, komposisi penggunaan
energi Jepang meliputi minyak bumi (60,8 persen), batu bara (6,6 persen), gas
alam (3,1 persen), dan sumber lain sekitar 29,4 persen (ANRE–METI, 2010).
Krisis minyak bumi yang menimpa dunia pada
1973 berdampak pada industri dan pertumbuhan ekonomi Jepang karena
ketergantungan yang tinggi terhadap minyak bumi dari Timur Tengah.
Peristiwa ini menyadarkan Jepang untuk
merumuskan kembali kebijakan energinya dengan mengurangi ketergantungan impor
sumber daya energi dari negara lain. Langkah yang ditempuh di antaranya
peningkatan penggunaan gas alam dan kebijakan go
nuclear. Pada 2008 komposisi bauran energi Jepang
meliputi minyak bumi (19,5 persen), batu bara (15,7 persen), gas alam (25,1
persen), nuklir (20,1 persen), hidro/geothermal/energi terbarukan (8,9 persen),
dan sumber lain (10,7 persen).
Kontribusi nuklir terhadap penyediaan listrik
Jepang terus meningkat dari tahun ke tahun. Jepang bahkan menjadi negara
terkemuka dalam penguasaan teknologi nuklir. Hingga awal 2011, Jepang
mengoperasikan sebanyak 54 PLTN dengan kapasitas produksi energi listrik
sebesar 47,5 GWe (30 persen). Kebijakan energi Jepang yang ditetapkan pada 2010
terus mendorong peningkatan kontribusi nuklir hingga mencapai 50 persen dari
kebutuhan listrik di dalam negeri pada 2030.
Kejadian kecelakaan nuklir yang menimpa PLTN
Fukushima Daiichi akibat terjangan gelombang tsunami pada 11 Maret 2011
merupakan tragedi kecelakaan nuklir terparah setelah Chernobyl pada 1986.
Perisitiwa tersebut membangkitkan sentimen kelompok antinuklir di dalam negeri
Jepang yang kemudian menuntut untuk dihentikannya semua program nuklir Jepang.
Atas dorongan publik tersebut, dan rekomendasi dunia internasional (melalui
International Atomic Energy Agency, IAEA), Jepang melakukan serangkaian kajian
keselamatan terhadap semua struktur, sistem, dan kompnen semua instalasi nuklir
yang tengah beroperasi, dikenal sebagai stress
test.
Pascakejadian kecelakaan Fukushima Daiichi
secara bertahap PLTN yang beroperasi di-shut down untuk menjalani stress test.
Hingga 5 Mei 2012, 54 PLTN yang dimiliki Jepang semuanya tidak beroperasi dan
menjalani kajian mendalam terhadap sistem keselamatannya. Hal ini tentu saja
menyebabkan terjadinya pengurangan pasokan listrik yang sangat signifikan.
Kondisi ini mendorong dilakukannya langkah penghematan energi secara
besar-besaran, bahkan pernah dilakukan pemadaman secara bergilir. Kebijakan
energi yang baru tengah dirumuskan sebagai respons terhadap kejadian Fukushima
Daiichi 2011. Program nuklir ke depan sangat rentan terhadap protes dari
berbagai kelompok, maupun masyarakat secara umum.
Kelompok antinuklir mendorong aspirasi untuk
mengurangi, bahkan menghentikan operasional dan pengembangan nuklir di masa
depan. Namun demikian, Pemerintah Jepang tentu akan sangat berhati-hati dalam
menetapkan kebijakan dengan berbagai pertimbangan, seperti ketersediaan pasokan
listrik, dampak terhadap sektor industri, hingga pertumbuhan ekonomi, dan
stabilitas politik dalam negeri.
Apakah semua PLTN yang tidak beroperasi untuk
menjalani stress test
saat ini, akan seterusnya tidak dioperasikan kembali? Pemerintah Jepang
menimbang bahwa kontribusi nuklir terhadap pasokan listrik dalam negeri tidak
akan dengan mudah digantikan dengan sumber energi yang lain dalam waktu pendek.
Bahkan, atas permintaan Pemerintah Perfecture Fukui di bagian barat laut Pulau
Honsyu, Perdana Menteri Yoshihiko Noda telah memutuskan akan
dioperasionalkannya kembali PLTN Oi Unit 3 dan 4 per 16 Juni 2012.
Dioperasikannya PLTN Oi Unit 3 dan 4
menunjukkan bahwa Jepang tidak akan bisa dengan mudah mengesampingkan
kontribusi energi nuklir terhadap pasokan energi listriknya. Sangat mungkin
dalam waktu dekat, PLTN-PLTN yang lain pun akan menyusul untuk dioperasikan kembali,
tentu saja setelah dipastikan bahwa sistem keselamatannya berfungsi secara
andal, bahkan di-upgrade
untuk mengantisipasi segala potensi ancaman bencana alam, seperti gempa bumi
dan tsunami yang sering terjadi di negeri Matahari Terbit tersebut. Kepercayaan
publik terhadap keandalan penggunaan teknologi nuklir di Jepang merupakan
tantangan bagi dunia industri nuklir dan para pemangku kepentingan terkait di
negara tersebut. (Republika, 26 Juni 2012/ humasristek)
Kesimpulan dari materi manajemen jasa ini apa ya?
BalasHapus